DEMODEX CANIS

Klasifikasi Demodex Canis
       Demodex canis adalah ektoparasit yang termasuk dalam tungau. Menurut Soulsby (1928) dan Nahm (1997) Klasifikasi Demodex Canis adalah sebagai berikut:
Filum       :  Artopoda
Kelas        :  Arachnida
Ordo        :  Parasitiformes
Subordo   :  Prostigmata                  
Famili       :  Demodicidae               
Genus      :  Demodex
Spesies     :  Demodex canis

Morfologi dan Bioekologi Demodex Canis
Morfologi Demodex Canis
Demodex Canis memiliki bentuk tubuh memanjang seperti wortel atau cacing dengan ukuran yang bervariasi, umumnya memiliki panjang 0,25 mm dan lebar 40 μm. Tubuh tungau terdiri atas kepala dan thoraks yang menyatu. Abdomen yang panjang, dilengkapi dengan empat pasang kaki yang pendek, tumpul dan terdiri atas lima ruas. Bagian mulut memiliki sepasang palpus dan chelicerae serta hipostom tunggal.
 
Gambar 2 Morfologi Demodex Canis
Bioekologi Demodex Canis
Daur Hidup
          Daur hidup Demodex canis berlangsung dalam tubuh inangnya (anjing) terdiri atas lima tahapan yaitu telur berbentuk lonjong seperti gelondongan, menetas menjadi larva yang mempunyai enam buah kaki yang berujung dengan cakar, protonimfa dan deutonimfa yang berkaki delapan dan bentuk dewasa yang dapat dikenal dalam satu siklus di dalam tubuh anang yang berlangsung antara 18-24 hari (Nahm 1779). Tungau jantan dapat ditemukan di dekat permukaan kulit, sedangkan betina yang telah dibuahi meletakan 20-24 butir telurnya di dalam folikel rambut (Soulsby 1982). Telur akan menetas menjadi larva kemudian menjadi nimfa, bergerak melewati aliran sebaceus (kelenjar keringat) ke muara dari folikel rambut dan disanalah mereka akan menjadi dewasa dan mengulangi siklus hidupnya.
 
Gambar 3 Siklus Hidup Demodex Canis
Patogenesa
          Demodikosis digolongkan sebagai penyakit yang tidak menular Penggolongan ini diambil berdasarkan bahwa parasit Demodex canis umum terdapat pada semua anjing. Tungau ini tidak menyebar ke anjing lain atau manusia, tetapi penyebarannya 2-3 hari melalui kontak langsung dari induk ke anak sesaat setelah melahirkan dan selama anak dirawat induknya (Rahway 1991). Sebagian besar anak anjing mempunyai daya tahan tubuh atau immune terhadap Demodex, sehingga tidak menunjukkan gejala klinis dan lesio, sedangkan ada beberapa anjing yang tidak mempunyai daya tahan tubuh sehingga menderita demodikosis.
          Umumnya anjing dengan ras murni lebih sering terkena di bandingkan dengan ras campuran. Hal ini disebabkan adanya faktor predisposisi genetik seperti Dachshunds, pugs dan Bulldog dan ras lain seperti anjing berbulu pendek. Adapun faktor predisposisi lain seperti umur, nutrisi, stress, hypothroidism, estrus dan suhu lingkungan. Kejadian demodikosis sering terjadi pada anjing umur tiga bulan sampai satu tahun karena kekebalan tubuh belum berfungsi sempurna. Jika hal ini terjadi pada hewan tua, hal ini karena hewan tersebut menderita dari masa mudanya dan terjadi defisiensi tanggap kebal yang disebabkan karena mengalami penyakit dalam yang serius.
Gejala Klinis
          Gejala yang ditimbulkan tergantung bentuk dan lokasi yang ditimbulkan. Diantaranya bentuk lokal ditandai dengan adanya alopecia yang parsial pada wajah terutama sekitar mata dan moncong anjing, juga pada daerah ekstremitas tubuh dan kulit kering yang tidak disertai rasa gatal. Bentuk umum ditandai dengan alopecia hampir semua bulu tubuh baik kepala, leher, lengan dan kaki sehingga bulu menjadi jarang dan tipis dan kulit terlihat berminyak. Bentuk iini biasanya diikuti penyakit dalam yang serius seperti tumor dan immunosuppresif. Sedangkan bentuk pododermatitis dicirikan dengan alopecia kemudian kulit menjadi kering dan kasar kemudian terjadi proses hyperpigmentasi yang menyebabkan kulit menjadi merah. Pada kasus yang berat menyebabkan hewan tidak nafsu makan, kekurusan, sepsis dan kematian.
Gambar 4 Gejala Klinis yang ditimbulkan Demodex Canis
Diagnosa
Penyakit ini didiagnosa dengan kerokan kulit yang kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pemeriksaan histopatologi meklalui biopsi kulit. Melaui biopsi dapat diketahui tingkatan perifolikulitis, folikulitis dan furunkulitis. Folikel rambut yang menderita akan dipenuhi oleh tungau demodex. Pada beberapa hewan pada kulitnya ditemukan nodul-nodul atau pustula yang menonjol. Jika nodul-nodul atau pustula tersebut dipecahkan maka didalamnya akan terdapat tungau-tungau demodec yang bersarang.
            Kerokan dilakukan pada bagian yang mengalami kerontokan, dibantu dengan larutan  basa keras (KOH 10%) yang nantinya akan dilihat di bawah mikroskop.
Pengobatan
Kejadian demodex lokal dilakukan dengan menciptakan kondisi yang kondusif agar demodekosis dapat hilang secara spontan dengan memandikan secara teratur menggunakan shampo benzoyl peroksida atau dengan pemberian 1% rotenone salep dilanjutkan dengan 5% benzoyl peroksida.
Pemberian amitraz secara dipping dilakukan untuk kejadian demodex umum karena amitraz tergolong sebagai pestisida dengan aktifitas farmakologi yang dapat menghambat oksidase monoamin dan syntesis prostaglandin pada anjing. Namun sebelumnya dilakukan pencukuran bulu kemudian dimandikan dengan shampo benzoyl peroksida untuk mengurangi minyak pada kulit dan sel-sel yang mati, kemudian sesudah kering diberikan amitraz secara dipping. Untuk menghindari keracunan ditambahkan yohimbin dengan dosis 0,25/10 kg untuk mengurangi sensitifitas akibat amitraz.
Pemberian milbemycin oxime dan Ivermectin dilakukan apabila pemberian amitraz tidak memberikan respon. Obat ini relatif aman dan praktis untuk pengobatan demodex kronis.
Terapi dan Kontrol (Pencegahan)
1. Terapi untuk Demodekosis Lokal
          Terapi pertama dapat dilakukan dengan menggunakan sampo antibakterial Hal ini untuk mengurangi infeksi sekunder yang dilakukan oleh bakteri. Terapi lain yang harus dilakukan yaitu :
Treatment terhadap demodecosis lokal diantaranya :
1.        Pemberian salep yang mengandung 1% rotenone (Goodwinol ointment) maupun gel benzoyl peroxide 5 % yang diaplikasikan sehari sekali setiap hari selama 1-3 minggu.
2.        Mandi dengan shampoo yang mengandung benzoyl peroxide secara regular minimal seminggu sekali.
3.        Pemberian amitraz yang telah diencerkan dengan konsentrasi 0.1% pada area alopecia sehari sekali selama 2 minggu.
          Pengobatan topikal lain juga dapat dilakukan dengan pemberian salep rotenone ringan (good rotenone oinment) atau lotion lindane dan benzyl benzoale yang diusapka pada daerah-daerah yang mengalami kebotakan.
2. Terapi untuk Demodekosis General
          Pada demodekosis yang bersifa general tidak mudah ntuk mengatasinya. Memerlukan waktu yang lama dalam penyembuhannya. Pengobatan dapat diberikan denga amitraz (mitaban) yang diaplikasikan dengan memandikan anjing dengan amitraz. Terapi lain jika amitraz tidak berhasil adalah dengan larutan organofosfat ronnel, larutan thriclorfon (negovon) 3 % dengan memendikan anjing. Berikut merupakan beberapa terapi yang dapat dilakukan :
  1. Mandi dengan amitraz dengan konsentrasi 0.025% 2 kali seminggu. Adapun sebaiknya sebelum menggunakan amitraz, hewan terlebih dahulu dimandikan dengan shampoo yang mengandung benzoyl peroxide untuk mengurangi minyak dan runtuhan sel kulit mati. Sedangkan bagi hewan berbulu panjang, perlu dicukur terlebih dahulu agar obat lebih mudah meresap ke dalam kulit. Namun amitraz memiliki efek diantaranya : a.  Depresi, ngantuk 2-6 jam ; b. Tidak nafsu makan ; c. Muntah dan diare ringan ; d. PU/ PD (haus dan kencing)
  2. Pemberian ivermectin oral 200 μg/kg sehari sekali selama 2-4 minggu. Sayangnya obat ini kontraindikasi untuk anjing jenis collie, shelties, australian shepherds, old english sheepdogs maupun hewan yang positif menderita heartworm karena faktor sensitivitasnya. Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh pemberian ivermectin diantaranya salivasi dan inkoordinasi sehingga penggunannya harus sesuai petunjuk dan pengawasan dokter hewan.
  3. Pilihan obat lainnya selain ivermectin yaitu doramectin 1% injeksi yang diaplikasikan selang 2 minggu.
  4. Pemberian antibiotik bila terjadi infeksi sekunder oleh bakteri (pyoderma).
  5. Pemberian antihistamin bila terjadi kegatalan karena iritasi demodec pada kulit hewan.
          Perlu diingat karena demodex berhubungan erat dengan kondisi imunodefisiensi, maka hewan sebaiknya tidak diberikan pengobatan menggunakan kortikosteroid karena bersifat imunosupresan sehingga dapat memperparah penyakit demodecosis. Hewan juga memerlukan asupan yang berkualitas dengan komponen gizi yang seimbang terutama untuk menjaga kesehatan kulit dan bulunya.
          Perlu diperhatikan jika demodekosis general diikuti dengan pustula, harus diperhatikan mengenai infeksi bakteri. Bakteri yang sering terdapat adalah Staphyloccus aureus.  Maka harus diberikan antibiotika chepalosporin, eritromisin, lincomosin, ivermectin dan chloramfenikol.
          Pencegahan penularan dapat dilakukan dengan menjauhkan anjing sehat dari anjing penderita demodekosis. Hal lain yang dapat dilakukan adalah hewan  yang mengalami demodecosis general sebaiknya tidak digunakan untuk breeding karena cenderung memiliki predisposisi genetik dengan sensitivitas terhadap demodex yang sama terhadap turunannya. Secara genetic pula ada beberapa jenis ras anjing yang cenderung lebih sensitive terhadap resiko demodecosis yaitu diantaranya pada west highland white terrier, chinese shar pei, scottish terrier,english bulldog, boston terrier, great dane, doberman pinscher serta alaskan malamute.
          Selain pengaruh genetik, manajemen stress pada anjing juga berperan penting terhadap perkembangan demodecosis dan berikut beberapa tips untuk mengurangi faktor stress pada anjing tersebut, diantaranya :
  1. Anjing betina yang mengalami kecenderungan demodecosis general sebaiknya disteril. Hal ini untuk mengurangi tingkat stress oleh perubahan hormonal yang dialami saat estrus dan hamil.
  2. Pemberian dog food berkualitas baik untuk mengurangi gangguan penyakit yang disebabkan oleh ketidaksembangan faktor nutrisi.
  3. Menjaga kulit hewan bebas dari parasit, untuk mengurangi tingkat stress karena iritan maupun kerusakan kulit yang dipelopori oleh kutu, caplak, pinjal maupun jamur. 
  4. Vaksinasi rutin untuk mengurangi peluang terkena penyakit menular yang dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh hewan.


Comments